Selasa, 22 September 2015

KATA PENGANTAR PENYUSUN

Puji dan Syukur kehadirat  Allah SWT dan Junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW  yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyusun sebuah "blog pribadi" yang berisikan  sebuah cerita Legenda terbentuknya Desa Tambaksari Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap yang mudah - mudahan akan menjadi sejarah yang tertulis dimasa yang akan datang. 
Sumber cerita ini berasal dari para narasumber yang hanya berupa cerita dari para karuhun leluhur yang telah memberikan informasi kejadian dan peristiwa pada masa yang silam, juga dari para sesepuh yang telah menguraikan cerita turun temurun dari mulut ke mulut kepada para anak cucunya yang dapat dipercaya akan kebenarannya.

Penulis bermaksud menyampaikankan informasi  kepada seluruh pembaca, umumnya kepada warga masyarakat Desa Tambaksari yang belum mengetahui akan cerita terbentuknya Desa Tambaksari dan tempat tempat yang mempunyai nilai sejarah diantaranya Keramat Eyang Dalem Tanjungrasa terdapat sebuah Pusara Eyang Dalem Tanjungrasa. Beliau sebagai pendiri dan Kuwu Pertama Desa Tambaksari Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap yang tercinta ini sekaligus sebagai Pejuang pembela tanah air juga pejuang dalam penyebaran agama Islam diwilayah Desa Tambaksari, Alhamdulillah kesemuanya terkandung dalam blog rusmaneffendy70@gmail.com yang diberi judul "rusmaneffendy jalan tambaksari dayeuhluhur

Dalam kesempatan ini saya mengucapakan terimakasih kepada Kepala Desa Tambaksari : Bapak Warno beserta perangkatnya, yang telah memberikan referensi catatan sejarah Para Pejabat Kuwu Desa Tambaksari dari  awal sampai dengan sekarang lengkap dengan lamanya menjabat. Yang selanjutnya dijadikan sebagai acuan untuk penelusuran kejadian dan peristiwa sejarah nasional di masa lampau.
Tidak lupa saya sampaikan beribu-ribu terimakasih yang tidak terhingga kepada para sesepuh Desa Tambaksari yang telah memberikan informasi berupa cerita legenda yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan harapan bisa bermanfaat bagi kita semua.

Ucapan terimakasih ini saya samapikan kepada:

1. Bapak Hadi : Beliau selaku Juru kunci Dusun Kubangreja Desa Tambaksari sekaligus pengurus Keramat Eyang Dalem Tanjungrasa, keramat Eyang Lingga dan keramat makam lapang.  




2. Bapak Sukarma : Beliau adalah Buyut Eyang Kyai Ali Mudani Lebe / Kayim 
Pertama  Desa Tambaksari
( Narasumber Silsilah Kyai Ali Mudani )


3.Bapak Surman : Beliau adalah mantan Kepala dusun Kubangreja yang ke X merupakan buyut dari Mbah Surawijaya Kuwu Desa Tambaksari ke IV
( Narasumber Silsilah Mbah Surawijaya )


4. Bapak Amirudin : Beliau adalah sebagai mantan Kepala Desa / Kuwu Desa Tambaksari ke IX ( 1981 - 1998 ) M
( Narasumber Silsilah Eyang Suradipa )

5. Bapak Kasam : Beliau adalah mantan Perangkat desa pada masa Kuwu Amirudin
( Narasumber Silsilah Eyang Suradipa )

Akhir kata saya ucapkan, mohon maaf kepada semua pihak yang terkait apabila ada kata - kata baik itu yang  pribadi maupun yang bersifat umum, sehingga kurang enak dibaca dalam penyampaian cerita ini. Kritik dan saran  dari para pembaca yang budiman, saya terima dengan senang hati, diharapkan menjadi koreksi, agar menghasilkan  yang lebih baik. 

Biografi Penyusun: 
Nama : rusmaneffendy (rusman nur)
Alamat rumah : Dsn. Kubangreja Rt 1 Rw 2 Desa Tambaksari
email : rusmaneffendy70@gmail.com
Tlp/Wa 081903435131,085220058025



Tambaksari, 22 September 2015
Penyusun:

ttd

( rusmaneffendy )



  

Senin, 14 September 2015

PUSARA EYANG ALI MUDANI ( Lebe / kayim pertama Desa Tambaksari Kec. Wanareja)


PUSARA EYANG KYAI ALI MUDANI
( Terletak di Pemakaman Keramat Eyang Dalem Tanjungrasa )

Keterangan gambar  :

- Kotak paling kiri : Pusara Eyang Ali Mudani.
- Kotak kedua dari kiri : Pusara Ambu (istri Eyang Ali mudani)
- Kotak paling kanan : Pusara Nini Carem anak pertama Eyang Ali     mudani yang dilahirkan di Kawali.
- Kotak kedua dari kanan : hanya sebagai pembatas saja.
- Tampak gambar Bp. Sukarma merupakan Buyut Eyang Ali mudani  pada tahun 2015 usianya 100 tahun.








Minggu, 13 September 2015

PUSARA DAN KERAMAT EYANG LINGGA




KERAMAT  EYANG LINGGA DAN MBAH GUNA
as

Gambar disamping dulunya pernah berdiri sebuah PADEPOKAN tempat mempelajari ilmu olah kanuragaan / beladiri yang dipimpin lansung oleh Eyang Lingga semasa hidupnya.
Setelah Eyang Lingga meninggal dunia tempat ini dijadikan sebagai tempat peristirahatan yang terakhir.

                                     




PUSARA EYANG LINGGA

BATU JUNJUNG
BATU JUNGJUNG konon adalah sebuah benda peninggalan Eyang Lingga yang dulunya dipergunakan untuk melatih kekuatan olah tubuh para muridnya. Tidak sedikit para peziarah yang ingin mengetahui peruntungannya dengan menganngkat batu junjung sampai diatas kepala niscaya keinginannannya akan terkabul. Sebaliknya apabila tidak terangkat maka cita-cita itu tidak akan tercapai. Itu hanya cerita, wallahu alam hanya Allah yang maha menentukan.



Gambar disamping adalah NUSA yang dipercaya sebagai tempat kediaman Eyang Guna dan anaknya Lingga semasa masih kecil. Disinilah pernah berdiri sebuah rumah yang mempertemukan Eyang Guna dengan Eyang Dalem Tanjungrasa. Yang letaknya 30 meter sebelah timur jalan sawah cobaan 










Nusa ini  yang dipercaya tempat Eyang Dalem Tanjungrasa
Gambar disamping adalah NUSA yang dipercaya sebagai tempat kediaman Eyang Dalem Tanjungrasa. Beliau dipersilahkan menempati rumah yang disediakan oleh Eyang Guna sebelum melanjutkan perjalanan ke Cikapas setelah meninggalkan Pamalayan. Yang letaknya 20 meter sebelah barat  jalan sawah cobaan atau 50 meter ke arah barat dari rumah Eyang Guna.

Sabtu, 12 September 2015

PUSARA EYANG SUKARNO ( Kuwu Desa Tambaksari Ke VIII )


Eyang Sukarno adalah anak dari Eyang Mertasantana yang menjabat Carik pada masa kuwu Surasantana. H Nurudin adalah nama pemberian setelah kembali menunaikan ibadah Haji dari Tanah Suci Mekkah tahun 1982. Dalam mengisi masa tuannya, H Nurudin menjadi Ustadz / guru ngaji. Pada tanggal 13 Juli 1997 beliau meninggal dunia pada usia 81 tahun, pusaranya terletak di Pemakaman keluarga Singkup Dusun Tambaksari Kec. Wanareja Kab. Cilacap.

PUSARA H. NURUDIN / SUKARNO ( KUWU DESA TAMBAKSARI KE VIII )
BERSEBELAHAN DENGAN EYANG SUKINAH ( ISTRINYA )





PUSARA EYANG H. NURUDIN dan PUSARA EYANG SUKINAH



PUSARA MBAH SURAWIJAYA ( Kuwu Desa Tambaksari Ke IV )


Surawijaya adalah seorang Kyai yang berasal dari Dukuh Jeruk / Cijeruk. Beliau semasa kecil bersama adiknya Surabrahma pergi menimba ilmu keagamaan disebuah Pesantren yang berada di Cijeruk (sekarang sebuah desa masuk kecamatan Dayeuhluhur). Setelah dirasa cukup, gurunya menyuruh kakak beradik ini mengamalkan ilmunya ke Palugon ( sekarang sebuah desa masuk Kecamatan Wanareja ). Surabrahma sempat menikahi santrinya di Palugon yang menurunkan Kuwu Desa Palugon ( Tercatat runtuyan mantan Kuwu Suryana ). Selanjutnya Surawijaya pergi mengamalkan ilmunya ke Cikapas Desa Tambaksari, sementara adiknya Surabrahma kembali ke Dayeuhluhur


PUSARA MBAH SURAWIJAYA ( Kuwu Desa Tambaksari Ke IV )
TEMPATNYA DI MAKAM LAPANG KUBANGREJA
BERSEBELAHAN DENGAN AMBU ( ISTRINYA )





PUSARA AMBU ( ISTRI MBAH SURAWIJAYA )
( asal dayeuhluhur yang menetap di Ciawar )



PUSARA MBAH ASTASANTANA ( Kuwu Desa Tambaksari Ke VII )


Mbah Astasantana / Sarna Kuwu Desa Tambaksari ke VII adalah Putra ke 4 dari Mbah Surasantana Kuwu VI, pusaranya terletak di makam Lapang Dusun Kubangreja Desa Tambaksari. Berdekatan dengan pusara istrinya Eyang Resin 


PUSARA MBAH ASTASANTANA / SARNA
( Kuwu Desa Tambaksari Ke VII )





PUSARA EYANG RESIN
( Istri dari Mbah Astasantana )







PUSARA EYANG SAWAL ( Kuwu Desa Tambaksari Ke V )



PUSARA EYANG SAWAL ( Kuwu Desa Tambaksari Ke V ) DAN ISTRI
TERLETAK DI MAKAM LAPANG Dsn.KUBANGREJA
KARENA TERMAKAN USIA, HANYA TINGGAL BATU NISAN



Jumat, 11 September 2015

PUSARA MBAH SURASANTANA / KI PANATUS ( Kuwu Desa Tambaksari Ke VI )



Surasantana adalah Kuwu Desa Tambaksari ke VI yang menjabat terlama dalam sejarah Perkuwuan se Kecamatan Wanareja sehingga beliau mendapat julukan KI PANATUS (Pimpinan Para Kuwu pada masanya)

PUSARA TERLETAK DI MAKAM LAPANG DUSUN KUBANGREJA
BERSEBELAHAN DENGAN MBAH SURAWIJAYA
BERDEKATAN DENGAN AMBU (ISTRINYA)




PUSARA AMBU (ISTRI MBAH SURASANTANA)



PUSARA EYANG SAJEG / JAYANGALI (Kuwu Desa Tambaksari Ke IV )


Kuwu Sajeg adalah Cucu Eyang Suradipa putra dari Eyang Dawati yang dinikahi Camat Ciakar / dalem Ciakar masuk Wilayah  Kerajaan Kawali sekarang Kota kecamatan Kabupaten Ciamis jawabarat.



PUSARA EYANG SAJEG / JAYANGALI
TELETAK DI KERAMAT EYANG LINGGA



PUSARA EYANG DIPAKERTA (Kuwu Desa Tamabksari Ke II)



Eyang Dipakerta  semasa hidupnya telah berjasa membuka hutan yang dijadikan lahan persawahan seluas kurang lebih 3 bau setara dengan 21.000 m2. Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kuwu, secara kebetulan dari hasil perkawinannya tidak mendapatkan keturunan / gabug, maka setelah beliau meninggal dunia seluruh kekayaan di Hibbahkan menjadi tanah desa sementara seluas 1.3 bau dijadikan sawah bengkok sebagai imbalan/gaji kepada siapa saja yang mejabat Kuwu pada saat itu. Selebihnya digunakan menjadi lahan garapan masyarakat setempat.


PUSARA EYANG DIPAKERTA 
TERLETAK TIDAK JAUH DENGAN  PUSARA EYANG DALEM TANJUNGRASA






Kamis, 10 September 2015

PUSARA EYANG DALEM TANJUNGRASA ( kuwu Desa Tambaksari Ke I )


PUSARA EYANG DALEM TANJUNGRASA 
   ( Pendiri  Sekaligus Kuwu Desa Tambaksari Ke I Tahun 1740 M )



TEMPAT PUSARA EYANG DALEM TANJUNGRASA
BERSEBELAHAN DENGAN ISTRINYA
( NYAI ARUMSARI )

Pusara Nyai Arumsari
Pusara Eyang Dalem Tanjungrasa
KERAMAT EYANG DALEM TANJUNGRASA
Merupakan tempat Pesantren Yang Pernah Didirikan bersama teman seperjuangannya,  sebagai buktinya ada benda peninggalan beliau berupa PADASAN ( tempat mengambil air wudlu ) tetapi sekarang hanya tinggal cerita. Namun keberadaan benda itu pada tahun 1970an masih ada ditempat yang sekarang menjadi tempat peristirahatan beliau yang terakhir. Selain itu, berkat jasa beliau seluruh masyarakat desa tambaksari dan sekitarnya kini telah menganut ajaran agama Islam yang pernah beliau ajarkan pada masanya yang dilanjutkan generasi penerusnya. 




Rabu, 09 September 2015

SILSILAH EYANG LINGGA

EYANG GUNA
v
EYANG LINGGA
v
AKI PAUL
v
AKI GEROT
v
SALIPAR
v
1. AKI BANCI + SAINJEM (Trah Suradipa)

11. BANCI ( buyut rusmaneffendy)
12. WARSID ( tingali dina silsilah suradipa)

2. WARSILEM

21 DARIP
22 SARMAWI
23 Ni CARTA

    211 WAYIM + KARTEM (trah surawijaya)
    212 MERTA
    213 WANTI
    214 WAYI

         2111 MADSUR   ( 1.RUKINI, 2.HALIMI, 3.TITI )
         2112 SURYANO ( 1.SARMA, 2.RASIH, 3.WARYEM )
         2113 NASEM   (1.RUMSIH, 2.TISNA)-(11.WASKA,12.KASRI)-(21.SITI NURIAH+rusman)
         2114 DARJO       ( PULUNG, SALEH, ARIPIN )
         2115 DASTI         ( 1.BU TASREM 2.KARSONO, 3.TASRI )

         2121 SANMUHRI ( 1.WARSIJA )
         2122 CALIDI         ( 1.ISTRI TARDI, 2.SURTIMI 3.WARYEM )
         2123 KARYO        ( 1.KARMANAH, 2.CARSIM)
         2124 WARSAH     ( 1.ARSO, 2.ARNO, 3.TARYEM )
         2125 CARDAM     (1.DARTONO )

        2131 SUTARYO ( 1.DARTI )
        2132 WASNI      ( 1.DAWIS, 2.SAMSINAH, 3.RAWIN, 4.KUAT, 5.DASIMAH )

        2141 RASTI     ( 1.KARSINI )
        2142 AHMAD  ( 1.WASKEM, 2.ISTRI SORI )
        2143 HAMIDIN ( 1.TARSUM, 2.SAEFUDIN )


   221 SUKARMA
   222 SUPARMA
   223 CARWI
   224 SANMAHRI
   225 RUMSIH
   226 SANWI

   231 MADSAYA
   232 SUKARJA
   233 RADEM
   234 DARSONO
   235 DARTI

         2211 SUDAR        ( 1.OYOH)
         2212 KARSO        ( 1.TARKUM, 2.KARSIM, 3.ASIH )
         2213 SULAEMAN ( 1.ANSHOR, 2. SITI ZAENAB )

        2221 KASTEM   ( 1.SARYONO, 2.WIWIT )
        2222 KARWAN  ( 1.EDI, 2.TIA )
        2223 SARYO      ( 1.TARSONO )

        2231 ASMINAH ( 1.T I T I )
        2232 SURWI     ( 1.WAGIO, 2.DAYA)

        2241 NATIMI    ( 1.SARKAM, 2.INING TARSINI )
        2242 RASIEM    ( 1.HENDRI, 2.ANJELIKA, 3.ERIK )
        2243 WASDI SUMANDRA    ( 1.CAHYA, 2.MELA )

        2251 CASDI  ( 1.CECEP )
        2252 IRUN    ( 1.ELI RUSMANTO, 2.ALANG )

        2261 SAROH  (1.KEYO)

        2311 KARMAH     (1.TARYANTO)
        2312 ENAH           (1.ISOH )
        2313 IJAH             (1.SRI )
        2314 WARTOYO  (1.YOGI, 2.NOVA )

        2321MISREM        (GABUG)
        2322 RASTIM      
        2323 SURMANTO (=2232)
     
        2331 WASTIEM  (1.DASIWAN 2.SAPTEN)
        2332 CARTI        ( 1.KARTINI 2.KASNO 3.JUARSIH)
        2333 KARYONO  (1.WAWAN, 2.CICIH )
        2334 MEDI          ( 1.ENUR, 2.DERIK )
        2335 WARSO SULEWANG ( 1.ASIH, 2.DADAN )

        2341 ASNAH        ( GABUG )
        2342 DASRI          (1.WAWAN, 2.MONO )
        2343 KARTEM     (1.LILI 2.NANANG)
        2344 MULYONO (1.NENG)

        2351 DARSAM  (1.TARSO 2.DARTO 3.IJAH)

3. WANACANDRA

   30 CARLIM / RAKSAWIRANA
   31 MARKIN / WIRANTA
   32 KARMU / SUMARJA (GABUG)
   33 CANEM
 
       301 KATEM
       302 SARI        

       310 SAKIAN ( maot anom )
       310 RASTI ( GABUG )
       311 WINARDI
       312 RUSWAN

       331 TASMAN / MIHARYO
       332 WARSA

           3011 TASMAH   ( 1.WARDAYA 2 TONO 3 PECI )
           3012 AMINAH    ( 1 MAWAT )
     
            3111 SUTAR      (1. IKA, 2.VIA)
            3112 ROHAEDI ( 1.DESI  2.MIRA)
            3113 WARKO    (1. VETHTRA, 2.AZKA)
            3114 SAPTINAH (1.BAYU 2.BERLIANA)
            3115 SETIASIH  (1. ARYA, 2. NISA)

            3121 TARYO      ( 1.AYU 2.DIMAS )
            3122 ROHAYAT  ( 1.TIA )

            3311 DAWIS        (1. HERI, 2.SUSI )
            3312 SAMSINAH  ( GABUG )
            3313 RAWIN        ( 1.RA'IS, 2.DOSEP )
            3314 CAHRI
            3315 DASIMAH    ( 1.DESI 3.ADIT )

           3321 WASKEM
           3322 SUYATMI  ( 1.DILA 2.FANI )

         
*hapunten ka wargi sadaya ka anu teu kaserat dina runtuyan, sanes bae bade megatkeun tali kakaluargian, etamah kabatas kirangna penelusuran penulis (rusmaneffendy)
mangga kontak bae : hp/wa 081903435131, fb rusman effendy, email rusmaneffendy70@gmail.com

Senin, 07 September 2015

SAUR SEPUH CERITA SINGKAT DESA TAMBAKSARI KEC. WANAREJA CILACAP (Eyang Dalem Tanjungrasa)

A     Perjuangan menyebarkan siar Agama Islam ke tanah Tambaksari Kec. Wanareja.

Berawal dari kisah perjalanan seorang  pemuda santri pesantren yang berasal dari TANJUNGRASA yang terletak dilingkungan keraton  Kasultanan Cirebon sekaligus masih keturunan kasultanan Cirebon, saat itu kasultanan Cirebon terpecah menjadi tiga wilayah kekuasaan yang memegang masing-masing  wilayah diantaranya:
1. Sultan Karaton Kasepuhan Pangeran Martawijaya dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad     Samsudin ( 1677-1703)
2. Sultan Kanoman Pangeran Kartawijaya dengan gelar Sultan Anom  Abil Makarimi Muhammad Badrudin     (1677-1723)
3. Pangeran Wangsakerta  sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil  Muhammad       Nasrudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713)

Sekitar tahun 1700 gurunya mengutus santri Tanjungrasa untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke KUNINGAN dan KAWALI, selanjutnya menuju wilayah Dayeuhluhur merupakan kadipaten bawahan kasultanan mataram,  waktu itu dipimpin seorang Adipati yang bernama WIRAPRAJA (1698-1740). Setelah diterima dihadapanNya menghaturkan maksud dan tujuan untuk menyebarkan ajaran agama islam, maka ditunjuklah suatu tempat yang berada disebelah timur dari pusat pemerintahan kadipaten. Bahkan beliau berpesan temuilah seorang ulama besar di Pesantren Cicadas (masuk kadipaten Majenang) namanya Kyai SURADIKA, masih kerabat kerajaan Dayeuhluhur anak dari Mbah CIPTAGATI adik dari PRABU RAKSAGATI Raja Kerajaan Dayeuhluhur ke V dari trah Pajajaran.

 
Keramat Pamalayan di Tambaksari
Berangkatlah  beliau menuju arah timur sesuai petunjuk Adipati, menelusuri jalan setapak sawah gintung Ciparahu (nama sekarang), melewati hutan lumba, tibalah beliau disuatu tempat diatas perbukitan yang ditumbuhi pepohon yang sangat lebat. Dimana tempat tersebut terdapat sebuah perkampungan yang belum telalu banyak penghuninya. Masyarakat menamakannya Kampung PAMALAYAN, yang dipimpin seorang kepala kampung  yang bernama KI GEDENG TAMBAK, istrinya bernama Nyi SARI mempunyai anak perempuan  Nyi AGENG TAMBAK.

Sebagai seorang tamu yang baru datang, beliau diterima dengan sangat ramah dan kekeluargaan beserta jamuan yang dihidangkan oleh Nyi SARI. Setelah menghaturkan maksud dan tujuan kedatangannya, yaitu untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Akhirnya melalui ajakan dan ceramah mengenai ajaran yang dibawanya, maka masuklah keluarga Ki GEDENG TAMBAK beserta istri dan anaknya begitu juga penduduk setempat semuanya memeluk agama Islam dan meninggalkan agama yang diajarkan karuhun leluhurnya. Selanjutnya, dibantu penduduk setempat  beliau mendirikan Mushola  juga tempat untuk mengkaji agama islam dan ilmu tentang Al qur’an yang letaknya di keramat Pamalayan. Disitulah dulunya pernah berdiri sebuah pondok pesantren yang dipimpin langsung Kyai  Tanjungrasa. Salah satu santrinya adalah Nyi Ageng Tambak selain pintar mengaji juga parasnya yang sangat cantik.

Suatu hari, Kyai TANJUNGRASA berkunjung ke rumah Ki Gedeng Tambak hendak melamar anaknya yaitu Nyi Ageng Tambak untuk diperistri. Alangkah gembiranya hati kedua orangtuanya, tanpa berpikir lama langsung saja merestui keduanya. Tidak ada sumber yang menyebutkan, hari, tanggal dan tahun berapa dilangsungkan pernikahannya tersebut. Ada yang menyebutkan sudah bertahun – tahun lamanya tidak dikarunia anak satupun alias gabug ( tidak punya keturunan ). Faktanya sampai sekarang tidak ada seorangpun yang mengaku sebagai trah keturunan dari Eyang Dalem Tanjungrasa.

B. Mendirikan Desa Tambaksari Kec. Wanareja - Cilacap
a. Musyawarah Di Bale Bandung  ( Dulunya adalah tempat kediaman Ki Purwa Kencana dan istrinya, seorang Jagabaya Kerajaan Dayeuhluhur pada masa rajanya Prabu Aria Gagak Ngampar, sengaja ditempatkan disana untuk pengamanan wilayah timur yang menganut agama Hindu. Setelah kedatangan Kyai Tanjungrasa, keturunannya di-Islamkan sementara rumahnya dijadikan tempat bermusyawarah para Tokoh Desa Tambaksari pada saat itu ) tempatnya kira-kira 500 m ke arah timur dari Pamalayan.

Setelah Ki Gedeng Tambak dan istrinya meninggal dunia pimpinan seorang kepala kampung diserahkan kepada menantunya yaitu Kyai Tanjungrasa. Penunjukan itu adalah hasil musyawarah para tokoh masyarakat kampung Pamalayan. Dalam musyawarah Kyai Tanjungrasa menyampaikan keinginannya untuk mendirikan sebuah pemerintahan desa. Anggota musyawarahpun menyetujui akan usulannya itu. Begitu juga nama desanya penggabungan nama almarhum/almarhumah mertuanya sendiri GEDENGTAMBAK dan SARI menjadi TAMBAKSARI, yang artinya kuranglebih  : Tambak = Bendung, Sari = Rasa, jadi Orang Tambaksari diharapakn bisa membendung perasaan hatinya dari Hawa Napsu. Ditentukan pula pusat  pemerintahan, sekarang menjadi Balai dusun Tambaksari, dulunya adalah Balai desa Tambaksari Yang dipimpin langsung oleh Kuwu KYAI TANJUNGRASA. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1740 M.

b. Berkunjung ke Cicadas ( masuk Ds. Malabar sekarang)

Seiring berjalanannya waktu, tibalah saatnya Kyai TANJUNGRASA untuk melanjutkan perjalanan siar agama islam kearah timur meneruskan pesan dari Adipati Dayeuhluhur yang sempat tertunda. Setelah berpamitan kepada istri serta penduduk setempat  tidaklah merasa keberatan untuk melanjutkan perjuangannya. Kyai TANJUNGRASA berpesan  kepada istri juga santrinya Kyai SUKAHAYU untuk melanjutkan perjuangannya (Pusara Kyai Sukahayu terletak di Kramat Pamalayan). Jangan lupa sholat lima waktu dan menjalankan syari’at agama islam yang diajarkan selama ini. Sebelum meninggalkan Pamalayan, beliau sempat menanam sebuah pohon Kiara JAMBEKONENG, maksudnya sebagai tanda bahwa beliau pernah menempatinya, dengan harapan apabila akan kembali lagi sudah menjadi pohon yang tinggi dan besar / kiara ( bhs. Sunda ).

Perjalanan dimulai dari Pamalayan dilanjutkan kearah timur sampailah disuatu tempat yang diberi nama SINGKUP, Disana juga beliau menanam pohon kiara Jambekoneng yang tetap tumbuh sampai sekarang. Dilanjutkan menuruni lereng bukit yang banyak di tumbuhi pohon JATI, maka tempat itu sampai sekarang di namakan Blok JATI masuk Dusun Tambleg. 

Singkat cerita, Sampailah beliau ditempat yang dituju yaitu Cicadas. Tempat dimana terdapat sebuah Pesantren yang dipimpin seorang ulama besar saat itu yaitu Kyai SURADIKA. Dalam menyebarkan siarnya beliau dibantu santrinya yaitu SURADIPA dan MASKIAN keduanya merupakan anak hasil dari perkawinannya dengan DEWI MASKIAH putri dari Adipati  Dayeuhluhur WIRAPRAJA. Setelah menyampaikan pesan dari Adipati sekaligus sebagai mertua Kyai Suradika, untuk membantu perjuangan dalam mengembangkan ajaran agama islam dan perjuangan mengusir penjajah Belanda yang saat itu telah menguasai kerajaan MARGALUYU.

Selama Kyai Tanjungrasa mengabdikan diri pada pesantren Cicadas membantu mengajarkan ilmu tentang agama islam yang telah diperoleh di Cirebon. Kyai Suradika merasa senang hatinya karena santrinya telah mendapatkan tambahan ilmu. Begitu pula Suradipa dan Maskian semakin dekat saja hubungan ketiganya. Tetapi alangkah sedih hati mereka tatkala mendengar bahwa Kyai Tanjungrasa dan ayahnya akan meninggalkan pergi ke Dayeuhluhur, untuk menjalankan tugas membela tanah air agar bebas dari tangan para penjajah. Namun Suradipa memohon kepada ayahnya agar bisa ikut berjuang membela negeri tercinta ini. Kyai Suradika pun memberikan ijin kepada Suradipa untuk ikut dengannya, sementara Maskian tetap tinggal di pesantren untuk menggantikan ayahnya menjadi pimpinan pesantren.

C.      Berperang Ke Karajaan Margaluyu ( Ciamis Jawabarat )

Sebelum berangkat ke Dayeuhluhur Kyai Tanjungrasa ditemani Kyai Suradika dan Suradipa, terlebih dulu menyempatkan berpamitan kepada keluarga yang akan ditinggalkan. Minta ijin serta doa istri yang berada di Pamalayan, tidak ketinggalan masyarakat Pamalayan pun memberikan dorongan doa dengan harapan supaya sekembalinya dari peperangan dengan selamat.

Sampailah Kyai Tanjungrasa, Kyai Suradika dan Suradipa di pusat pemerintahan  Kadipaten Dayeuhluhur diterima langsung dihadapan Adipati  WIRAPRAJA. Ketiganya mengahaturkan sembah sungkem dan menunggu apa yang akan diperintahkan kepadanya. Mereka ditugaskan membantu prajurit untuk menyerang kerajaan MARGALUYU karena saat itu sudah dikuasai  oleh Belanda. Sebelum berangkat masing-masing dibekali sepucuk Pistol, sebuah keris dan Tumbak agar bisa menjaga diri diharapkan sebagai alat untuk dapat mengalahkan musuh – musuhnya nanti di medan perang.

Pasukan kerajaan dipimpin langsung oleh Adipati WIRAPRAJA, Dibelakangnya pasukan prajurit  yang gagah perkasa. Tidak ketinggalan pejuang asal Tambaksari dan pesantren Cicadaspun ada didalamnya. Sebelum melancarkan serangan, pasukan diperintahkan berhenti sejenak (ngarandeg-bhs, sunda) untuk istirahat memulihkan tenaga setelah perjalanan jauh sekali. Ahirnya tempat tersebut dinamakan RANDEGAN sampai sekarang masuk wilayah KOTATIP KOTA BANJAR PATROMAN. Tak lama kemudian pasukan tambahan dari Kerajaan PASIRLUHUR dan MATARAM pun datang, maka lengkaplah sudah apa  yang telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya telah berkumpul ditempat yang telah di tentukan.

Genderang peperangan di kerajaan MARGALUYU sudah dimulai, Serangan ini merupakan serangan balasan, karena pada saat itu sebagian wilayah Kadipaten Dayeuhluhur telah dikuasai kerajaan Margaluyu. Para prajurit dengan gagah berani menumpas musuh-musuhnya. Hasilnya sangat memuaskan, prajurit musuh lari tunggang langgang. Darahpun telah membanjiri kota kerajaan, yang menimbulkan bau anyir/AMIS (bhs jawa) maka tempat itu dinamakan CIAMIS sampai sekarang menjadi sebuah kota kabupaten di Jawabarat.

Kedudukan kotaraja telah beralih, kini prajurit Dayeuhluhur telah menguasai Margaluyu. Namun serangan balik dari prajurit Margaluyu datang kembali dibantu tentara penjajah Belanda dengan menggunakan peralatan perang yang lebih moderen sehingga perlawanan tidak seimbang mengakibatkan parajurit Dayeuhluhur kalah. Bahkan yang sangat menyedihkan Adipati Wirapraja gugur dalam peperangan. Jasadnya dibawa ke Dayeuhluhur dimakamkan di Pesarean kulon (sumber sejarah-dayeuhluhur.blogspot.com)

D.      Kembali ke Pamalayan Desa Tambaksari

Setibanya di Dayeuhluhur dengan duka yang mendalam semua pembesar  kadipaten maupun rakyatnya tidak menjadikan hati Kyai Tanjungrasa patah semangat. Beliau kembali ke Tambaksari menengok keluarga yang telah lama ditinggalkan, ditemani DIPADIRANA dan DIPAKERTA serta kakak perempuannya seorang muslimah bernama Nyi ARUMSARI yang nantinya menjadi istri yang kedua setelah berpisah dengan Nyi Ageng Tambak. Suradipa memilih tinggal dulu di Dayehluhur (sumber cerita Suradipa menikahi putri Dayeuluhur menurunkan kuwu Desa Tambaksari. Sementara Eyang Suradika kembali ke Pesantren nya di Cicadas.
Diceritakan pula DIPADIRANA pergi meninggalkan Tambaksari untuk menyebarkan agama islam ke daerah Bantar Kec. Wanareja sampai akhir hayatnya. 
Sementara Eyang DIPAKERTA menjadi seorang petani yang berjasa  membuka hutan diolah menjadi lahan pesawahan. Setelah beliau meninggal dunia, karena tidak mempunyai keturunan maka seluruh hartanya dihibahkan kepada pemerintah Desa. Termasuk sawah seluas 1.3 Ha yang dijadikan lahan sebagai imbalan bagi siapa saja yang menjabat Kuwu sampai sekarang dengan sebutan Sawah BENGKOK Desa. 

Kepulangan dari dayeuhluhur Kyai Tanjungrasa datang di Pamalayan pada tengah malam, mendapati istrinya sedang tidur nyenyak. Tidak enak rasanya untuk membangunkan dari tidurnya, beliau masuk rumah tidak lewat pintu melainkan melalui lobang angin-angin yang ukurannya lebih kecil dari tubuhnya, tetapi dengan kekuasaan Allah beliau bisa masuk ke dalam rumah. Tanpa basa basi beliau masuk ke kamar istrinya. Namun kejadian tidak disangka sangka, Beliau ditendang istrinya sampai keluar kamar, Nyi Ageng Tambak mengira ada orang lain yang akan berlaku kurang ajar pada dirinya. Sepengetahuan Nyi Ageng Tambak, suaminya sedang berjuang melawan penjajah, ditambah ada kabar  bahwa pasukan Dayeuhluhur kalah dalam peperangan. Anggapanya, Kyai Tanjungrasa pun gugur  bersama Adipati dan pasukannya, padahal hanya Adipati Wirapraja sajalah yang gugur di medan peperangan. (catatan: kisah ini jangan disalah artikan yang lain-lain karena itu adalah merupakan bentuk sebuah bukti kesetiaan seorang istri kepada suaminya). 

Dengan perasaan bersalah, beliau pergi meninggalkan rumahnya dari pamalayan. Ada anggapan di masyarakat kampung Tambaksari Kyai Tanjungrasa NGAHIYANG / SIRNA, sebenarnya sejak peristiwa itu Kyai Tanjungrasa pergi ketempat lain bersama teman seperjuangannya. 
Dengan adanya sebuah keramat dan pusara Eyang Dalem Tanjungrasa beserta Nyi Arumsari yang terletak di blok Cipari-Kubangreja Desa Tambaksari adalah sebagai bukti bahwa beliau pernah berada ditempat itu, namanya tetap harum dan melegenda sampai sekarang. Sekaligus sebagai jawaban persepsi simpangsiurnya anggapan masyarakat kampung Tambaksari bahwa Eyang Dalem Tanjungrasa ngahiang atau sirna itu tidak demikian. Yang benar adalah Eyang Dalem Tanjungrasa pergi dari Pamalayan, dengan maksud memindahkan pusat pemerintahan desa dari kampung Tambaksari ke Cikapas.

E.       Pusat Pemerintahan Desa Tambaksari dipindahkan ke CIKAPAS.

Kembali beliau meninggalkan Pamalayan yang kedua kalinya bersama teman seperjuangan yaitu, DIPAKERTA, ARUMSARI dan DIPADIRANA. Dengan menuruni lereng Gunung GAGAYUNAN sampailah disuatu tempat (sawah cobaan nama sekarang...Baca juga  Disitulah beliau mendiamai tempat itu ( NAMBLEG, bhs sunda ) maka sampai sekarang wilayah itu dinamakan Kampung TAMBLEG. Disanalah mereka bertemu di rumah Eyang GUNA serta LINGGA

Untuk sementara waktu beliau menempati tempat itu, menurut cerita rumah Eyang Guna terletak diatas NUSA sebelah timur jalan sedangkan rumah Kyai Tanjungrasa dan temannya diatas NUSA disebelah barat jalan Cobaan ( Nusanya sampai sekarang masih ada dan terawat ).

Tidak banyak yang dikerjakan ditempat itu, tetapi dari hasil musyawarah berempat mendapat kesepakatan untuk memindahkan pusat pemerintahan Desa Tambaksari ke tempat yang baru. Tempat yang dipilih adalah  lahan kebun kapas, yang diapit sebelah timur hulu sungai  Cikapas yang bermuara ke Sungai Cibaganjing dan sebelah barat hulu sungai Cirangkong  juga  bermuara ke sungai yang sama selanjutnya tempat itu dinamakan CIKAPAS ( sekarang blok Desa – Kubangreja Desa Tambaksari). Beliau bersama-sama teman seperjuangan, Eyang Guna dan Lingga dibantu masyarakat mendirikan sebuah Balai Desa yang terbuat dari 4 tiang penyangga dipilih dari kayu kualitas terbaik saat itu,  memakai atap berbahan dari ijuk yang sangat kuat untuk menahan cuaca panas maupun dimusim penghujan sekalipun. Bangunan itu nantinya digunakan untuk tempat pertemuan  para aparat desa dengan rakyatnya.

Sumber cerita menyebutkan bahwa kedudukan Balai Desa yang terletak di Cikapas dilanjutkan oleh beberapa generasi Pejabat Kuwu Setelah Eyang Dalem Tanjungrasa diantaranya: Kuwu Bangsareja, Sajeg, Surawijaya, Sawal, Surasantana, Astasantana dan Sukarno. Setelah Desa Tambaksari dinyatakan aman dari kebiadaban pemberontakan DI/TII, tahun 1962 Balai Desa Tambaksari yang semula di Cikapas dipindahkan oleh Kuwu Sukarno ke Blok Karangsenang - Kubangreja sampai sekarang) dengan pertimbangan setelah ditinggal mengungsi ke Singkup selama tujuh tahun lamanya, kondisinya sudah tidak layak untuk ditempati kembali.


( s e l e s a i )


Biografi Penyusun: 
Nama : rusmaneffendy (rusman nur)
Alamat rumah : Dsn. Kubangreja Rt 1 Rw 2 Desa Tambaksari
email : rusmaneffendy70@gmail.com
Tlp/Wa 081903435131,085220058025