Senin, 07 September 2015

SAUR SEPUH CERITA SINGKAT DESA TAMBAKSARI KEC. WANAREJA CILACAP (Eyang Dalem Tanjungrasa)

A     Perjuangan menyebarkan siar Agama Islam ke tanah Tambaksari Kec. Wanareja.

Berawal dari kisah perjalanan seorang  pemuda santri pesantren yang berasal dari TANJUNGRASA yang terletak dilingkungan keraton  Kasultanan Cirebon sekaligus masih keturunan kasultanan Cirebon, saat itu kasultanan Cirebon terpecah menjadi tiga wilayah kekuasaan yang memegang masing-masing  wilayah diantaranya:
1. Sultan Karaton Kasepuhan Pangeran Martawijaya dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad     Samsudin ( 1677-1703)
2. Sultan Kanoman Pangeran Kartawijaya dengan gelar Sultan Anom  Abil Makarimi Muhammad Badrudin     (1677-1723)
3. Pangeran Wangsakerta  sebagai Panembahan Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil  Muhammad       Nasrudin atau Panembahan Tohpati (1677-1713)

Sekitar tahun 1700 gurunya mengutus santri Tanjungrasa untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke KUNINGAN dan KAWALI, selanjutnya menuju wilayah Dayeuhluhur merupakan kadipaten bawahan kasultanan mataram,  waktu itu dipimpin seorang Adipati yang bernama WIRAPRAJA (1698-1740). Setelah diterima dihadapanNya menghaturkan maksud dan tujuan untuk menyebarkan ajaran agama islam, maka ditunjuklah suatu tempat yang berada disebelah timur dari pusat pemerintahan kadipaten. Bahkan beliau berpesan temuilah seorang ulama besar di Pesantren Cicadas (masuk kadipaten Majenang) namanya Kyai SURADIKA, masih kerabat kerajaan Dayeuhluhur anak dari Mbah CIPTAGATI adik dari PRABU RAKSAGATI Raja Kerajaan Dayeuhluhur ke V dari trah Pajajaran.

 
Keramat Pamalayan di Tambaksari
Berangkatlah  beliau menuju arah timur sesuai petunjuk Adipati, menelusuri jalan setapak sawah gintung Ciparahu (nama sekarang), melewati hutan lumba, tibalah beliau disuatu tempat diatas perbukitan yang ditumbuhi pepohon yang sangat lebat. Dimana tempat tersebut terdapat sebuah perkampungan yang belum telalu banyak penghuninya. Masyarakat menamakannya Kampung PAMALAYAN, yang dipimpin seorang kepala kampung  yang bernama KI GEDENG TAMBAK, istrinya bernama Nyi SARI mempunyai anak perempuan  Nyi AGENG TAMBAK.

Sebagai seorang tamu yang baru datang, beliau diterima dengan sangat ramah dan kekeluargaan beserta jamuan yang dihidangkan oleh Nyi SARI. Setelah menghaturkan maksud dan tujuan kedatangannya, yaitu untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Akhirnya melalui ajakan dan ceramah mengenai ajaran yang dibawanya, maka masuklah keluarga Ki GEDENG TAMBAK beserta istri dan anaknya begitu juga penduduk setempat semuanya memeluk agama Islam dan meninggalkan agama yang diajarkan karuhun leluhurnya. Selanjutnya, dibantu penduduk setempat  beliau mendirikan Mushola  juga tempat untuk mengkaji agama islam dan ilmu tentang Al qur’an yang letaknya di keramat Pamalayan. Disitulah dulunya pernah berdiri sebuah pondok pesantren yang dipimpin langsung Kyai  Tanjungrasa. Salah satu santrinya adalah Nyi Ageng Tambak selain pintar mengaji juga parasnya yang sangat cantik.

Suatu hari, Kyai TANJUNGRASA berkunjung ke rumah Ki Gedeng Tambak hendak melamar anaknya yaitu Nyi Ageng Tambak untuk diperistri. Alangkah gembiranya hati kedua orangtuanya, tanpa berpikir lama langsung saja merestui keduanya. Tidak ada sumber yang menyebutkan, hari, tanggal dan tahun berapa dilangsungkan pernikahannya tersebut. Ada yang menyebutkan sudah bertahun – tahun lamanya tidak dikarunia anak satupun alias gabug ( tidak punya keturunan ). Faktanya sampai sekarang tidak ada seorangpun yang mengaku sebagai trah keturunan dari Eyang Dalem Tanjungrasa.

B. Mendirikan Desa Tambaksari Kec. Wanareja - Cilacap
a. Musyawarah Di Bale Bandung  ( Dulunya adalah tempat kediaman Ki Purwa Kencana dan istrinya, seorang Jagabaya Kerajaan Dayeuhluhur pada masa rajanya Prabu Aria Gagak Ngampar, sengaja ditempatkan disana untuk pengamanan wilayah timur yang menganut agama Hindu. Setelah kedatangan Kyai Tanjungrasa, keturunannya di-Islamkan sementara rumahnya dijadikan tempat bermusyawarah para Tokoh Desa Tambaksari pada saat itu ) tempatnya kira-kira 500 m ke arah timur dari Pamalayan.

Setelah Ki Gedeng Tambak dan istrinya meninggal dunia pimpinan seorang kepala kampung diserahkan kepada menantunya yaitu Kyai Tanjungrasa. Penunjukan itu adalah hasil musyawarah para tokoh masyarakat kampung Pamalayan. Dalam musyawarah Kyai Tanjungrasa menyampaikan keinginannya untuk mendirikan sebuah pemerintahan desa. Anggota musyawarahpun menyetujui akan usulannya itu. Begitu juga nama desanya penggabungan nama almarhum/almarhumah mertuanya sendiri GEDENGTAMBAK dan SARI menjadi TAMBAKSARI, yang artinya kuranglebih  : Tambak = Bendung, Sari = Rasa, jadi Orang Tambaksari diharapakn bisa membendung perasaan hatinya dari Hawa Napsu. Ditentukan pula pusat  pemerintahan, sekarang menjadi Balai dusun Tambaksari, dulunya adalah Balai desa Tambaksari Yang dipimpin langsung oleh Kuwu KYAI TANJUNGRASA. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1740 M.

b. Berkunjung ke Cicadas ( masuk Ds. Malabar sekarang)

Seiring berjalanannya waktu, tibalah saatnya Kyai TANJUNGRASA untuk melanjutkan perjalanan siar agama islam kearah timur meneruskan pesan dari Adipati Dayeuhluhur yang sempat tertunda. Setelah berpamitan kepada istri serta penduduk setempat  tidaklah merasa keberatan untuk melanjutkan perjuangannya. Kyai TANJUNGRASA berpesan  kepada istri juga santrinya Kyai SUKAHAYU untuk melanjutkan perjuangannya (Pusara Kyai Sukahayu terletak di Kramat Pamalayan). Jangan lupa sholat lima waktu dan menjalankan syari’at agama islam yang diajarkan selama ini. Sebelum meninggalkan Pamalayan, beliau sempat menanam sebuah pohon Kiara JAMBEKONENG, maksudnya sebagai tanda bahwa beliau pernah menempatinya, dengan harapan apabila akan kembali lagi sudah menjadi pohon yang tinggi dan besar / kiara ( bhs. Sunda ).

Perjalanan dimulai dari Pamalayan dilanjutkan kearah timur sampailah disuatu tempat yang diberi nama SINGKUP, Disana juga beliau menanam pohon kiara Jambekoneng yang tetap tumbuh sampai sekarang. Dilanjutkan menuruni lereng bukit yang banyak di tumbuhi pohon JATI, maka tempat itu sampai sekarang di namakan Blok JATI masuk Dusun Tambleg. 

Singkat cerita, Sampailah beliau ditempat yang dituju yaitu Cicadas. Tempat dimana terdapat sebuah Pesantren yang dipimpin seorang ulama besar saat itu yaitu Kyai SURADIKA. Dalam menyebarkan siarnya beliau dibantu santrinya yaitu SURADIPA dan MASKIAN keduanya merupakan anak hasil dari perkawinannya dengan DEWI MASKIAH putri dari Adipati  Dayeuhluhur WIRAPRAJA. Setelah menyampaikan pesan dari Adipati sekaligus sebagai mertua Kyai Suradika, untuk membantu perjuangan dalam mengembangkan ajaran agama islam dan perjuangan mengusir penjajah Belanda yang saat itu telah menguasai kerajaan MARGALUYU.

Selama Kyai Tanjungrasa mengabdikan diri pada pesantren Cicadas membantu mengajarkan ilmu tentang agama islam yang telah diperoleh di Cirebon. Kyai Suradika merasa senang hatinya karena santrinya telah mendapatkan tambahan ilmu. Begitu pula Suradipa dan Maskian semakin dekat saja hubungan ketiganya. Tetapi alangkah sedih hati mereka tatkala mendengar bahwa Kyai Tanjungrasa dan ayahnya akan meninggalkan pergi ke Dayeuhluhur, untuk menjalankan tugas membela tanah air agar bebas dari tangan para penjajah. Namun Suradipa memohon kepada ayahnya agar bisa ikut berjuang membela negeri tercinta ini. Kyai Suradika pun memberikan ijin kepada Suradipa untuk ikut dengannya, sementara Maskian tetap tinggal di pesantren untuk menggantikan ayahnya menjadi pimpinan pesantren.

C.      Berperang Ke Karajaan Margaluyu ( Ciamis Jawabarat )

Sebelum berangkat ke Dayeuhluhur Kyai Tanjungrasa ditemani Kyai Suradika dan Suradipa, terlebih dulu menyempatkan berpamitan kepada keluarga yang akan ditinggalkan. Minta ijin serta doa istri yang berada di Pamalayan, tidak ketinggalan masyarakat Pamalayan pun memberikan dorongan doa dengan harapan supaya sekembalinya dari peperangan dengan selamat.

Sampailah Kyai Tanjungrasa, Kyai Suradika dan Suradipa di pusat pemerintahan  Kadipaten Dayeuhluhur diterima langsung dihadapan Adipati  WIRAPRAJA. Ketiganya mengahaturkan sembah sungkem dan menunggu apa yang akan diperintahkan kepadanya. Mereka ditugaskan membantu prajurit untuk menyerang kerajaan MARGALUYU karena saat itu sudah dikuasai  oleh Belanda. Sebelum berangkat masing-masing dibekali sepucuk Pistol, sebuah keris dan Tumbak agar bisa menjaga diri diharapkan sebagai alat untuk dapat mengalahkan musuh – musuhnya nanti di medan perang.

Pasukan kerajaan dipimpin langsung oleh Adipati WIRAPRAJA, Dibelakangnya pasukan prajurit  yang gagah perkasa. Tidak ketinggalan pejuang asal Tambaksari dan pesantren Cicadaspun ada didalamnya. Sebelum melancarkan serangan, pasukan diperintahkan berhenti sejenak (ngarandeg-bhs, sunda) untuk istirahat memulihkan tenaga setelah perjalanan jauh sekali. Ahirnya tempat tersebut dinamakan RANDEGAN sampai sekarang masuk wilayah KOTATIP KOTA BANJAR PATROMAN. Tak lama kemudian pasukan tambahan dari Kerajaan PASIRLUHUR dan MATARAM pun datang, maka lengkaplah sudah apa  yang telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya telah berkumpul ditempat yang telah di tentukan.

Genderang peperangan di kerajaan MARGALUYU sudah dimulai, Serangan ini merupakan serangan balasan, karena pada saat itu sebagian wilayah Kadipaten Dayeuhluhur telah dikuasai kerajaan Margaluyu. Para prajurit dengan gagah berani menumpas musuh-musuhnya. Hasilnya sangat memuaskan, prajurit musuh lari tunggang langgang. Darahpun telah membanjiri kota kerajaan, yang menimbulkan bau anyir/AMIS (bhs jawa) maka tempat itu dinamakan CIAMIS sampai sekarang menjadi sebuah kota kabupaten di Jawabarat.

Kedudukan kotaraja telah beralih, kini prajurit Dayeuhluhur telah menguasai Margaluyu. Namun serangan balik dari prajurit Margaluyu datang kembali dibantu tentara penjajah Belanda dengan menggunakan peralatan perang yang lebih moderen sehingga perlawanan tidak seimbang mengakibatkan parajurit Dayeuhluhur kalah. Bahkan yang sangat menyedihkan Adipati Wirapraja gugur dalam peperangan. Jasadnya dibawa ke Dayeuhluhur dimakamkan di Pesarean kulon (sumber sejarah-dayeuhluhur.blogspot.com)

D.      Kembali ke Pamalayan Desa Tambaksari

Setibanya di Dayeuhluhur dengan duka yang mendalam semua pembesar  kadipaten maupun rakyatnya tidak menjadikan hati Kyai Tanjungrasa patah semangat. Beliau kembali ke Tambaksari menengok keluarga yang telah lama ditinggalkan, ditemani DIPADIRANA dan DIPAKERTA serta kakak perempuannya seorang muslimah bernama Nyi ARUMSARI yang nantinya menjadi istri yang kedua setelah berpisah dengan Nyi Ageng Tambak. Suradipa memilih tinggal dulu di Dayehluhur (sumber cerita Suradipa menikahi putri Dayeuluhur menurunkan kuwu Desa Tambaksari. Sementara Eyang Suradika kembali ke Pesantren nya di Cicadas.
Diceritakan pula DIPADIRANA pergi meninggalkan Tambaksari untuk menyebarkan agama islam ke daerah Bantar Kec. Wanareja sampai akhir hayatnya. 
Sementara Eyang DIPAKERTA menjadi seorang petani yang berjasa  membuka hutan diolah menjadi lahan pesawahan. Setelah beliau meninggal dunia, karena tidak mempunyai keturunan maka seluruh hartanya dihibahkan kepada pemerintah Desa. Termasuk sawah seluas 1.3 Ha yang dijadikan lahan sebagai imbalan bagi siapa saja yang menjabat Kuwu sampai sekarang dengan sebutan Sawah BENGKOK Desa. 

Kepulangan dari dayeuhluhur Kyai Tanjungrasa datang di Pamalayan pada tengah malam, mendapati istrinya sedang tidur nyenyak. Tidak enak rasanya untuk membangunkan dari tidurnya, beliau masuk rumah tidak lewat pintu melainkan melalui lobang angin-angin yang ukurannya lebih kecil dari tubuhnya, tetapi dengan kekuasaan Allah beliau bisa masuk ke dalam rumah. Tanpa basa basi beliau masuk ke kamar istrinya. Namun kejadian tidak disangka sangka, Beliau ditendang istrinya sampai keluar kamar, Nyi Ageng Tambak mengira ada orang lain yang akan berlaku kurang ajar pada dirinya. Sepengetahuan Nyi Ageng Tambak, suaminya sedang berjuang melawan penjajah, ditambah ada kabar  bahwa pasukan Dayeuhluhur kalah dalam peperangan. Anggapanya, Kyai Tanjungrasa pun gugur  bersama Adipati dan pasukannya, padahal hanya Adipati Wirapraja sajalah yang gugur di medan peperangan. (catatan: kisah ini jangan disalah artikan yang lain-lain karena itu adalah merupakan bentuk sebuah bukti kesetiaan seorang istri kepada suaminya). 

Dengan perasaan bersalah, beliau pergi meninggalkan rumahnya dari pamalayan. Ada anggapan di masyarakat kampung Tambaksari Kyai Tanjungrasa NGAHIYANG / SIRNA, sebenarnya sejak peristiwa itu Kyai Tanjungrasa pergi ketempat lain bersama teman seperjuangannya. 
Dengan adanya sebuah keramat dan pusara Eyang Dalem Tanjungrasa beserta Nyi Arumsari yang terletak di blok Cipari-Kubangreja Desa Tambaksari adalah sebagai bukti bahwa beliau pernah berada ditempat itu, namanya tetap harum dan melegenda sampai sekarang. Sekaligus sebagai jawaban persepsi simpangsiurnya anggapan masyarakat kampung Tambaksari bahwa Eyang Dalem Tanjungrasa ngahiang atau sirna itu tidak demikian. Yang benar adalah Eyang Dalem Tanjungrasa pergi dari Pamalayan, dengan maksud memindahkan pusat pemerintahan desa dari kampung Tambaksari ke Cikapas.

E.       Pusat Pemerintahan Desa Tambaksari dipindahkan ke CIKAPAS.

Kembali beliau meninggalkan Pamalayan yang kedua kalinya bersama teman seperjuangan yaitu, DIPAKERTA, ARUMSARI dan DIPADIRANA. Dengan menuruni lereng Gunung GAGAYUNAN sampailah disuatu tempat (sawah cobaan nama sekarang...Baca juga  Disitulah beliau mendiamai tempat itu ( NAMBLEG, bhs sunda ) maka sampai sekarang wilayah itu dinamakan Kampung TAMBLEG. Disanalah mereka bertemu di rumah Eyang GUNA serta LINGGA

Untuk sementara waktu beliau menempati tempat itu, menurut cerita rumah Eyang Guna terletak diatas NUSA sebelah timur jalan sedangkan rumah Kyai Tanjungrasa dan temannya diatas NUSA disebelah barat jalan Cobaan ( Nusanya sampai sekarang masih ada dan terawat ).

Tidak banyak yang dikerjakan ditempat itu, tetapi dari hasil musyawarah berempat mendapat kesepakatan untuk memindahkan pusat pemerintahan Desa Tambaksari ke tempat yang baru. Tempat yang dipilih adalah  lahan kebun kapas, yang diapit sebelah timur hulu sungai  Cikapas yang bermuara ke Sungai Cibaganjing dan sebelah barat hulu sungai Cirangkong  juga  bermuara ke sungai yang sama selanjutnya tempat itu dinamakan CIKAPAS ( sekarang blok Desa – Kubangreja Desa Tambaksari). Beliau bersama-sama teman seperjuangan, Eyang Guna dan Lingga dibantu masyarakat mendirikan sebuah Balai Desa yang terbuat dari 4 tiang penyangga dipilih dari kayu kualitas terbaik saat itu,  memakai atap berbahan dari ijuk yang sangat kuat untuk menahan cuaca panas maupun dimusim penghujan sekalipun. Bangunan itu nantinya digunakan untuk tempat pertemuan  para aparat desa dengan rakyatnya.

Sumber cerita menyebutkan bahwa kedudukan Balai Desa yang terletak di Cikapas dilanjutkan oleh beberapa generasi Pejabat Kuwu Setelah Eyang Dalem Tanjungrasa diantaranya: Kuwu Bangsareja, Sajeg, Surawijaya, Sawal, Surasantana, Astasantana dan Sukarno. Setelah Desa Tambaksari dinyatakan aman dari kebiadaban pemberontakan DI/TII, tahun 1962 Balai Desa Tambaksari yang semula di Cikapas dipindahkan oleh Kuwu Sukarno ke Blok Karangsenang - Kubangreja sampai sekarang) dengan pertimbangan setelah ditinggal mengungsi ke Singkup selama tujuh tahun lamanya, kondisinya sudah tidak layak untuk ditempati kembali.


( s e l e s a i )


Biografi Penyusun: 
Nama : rusmaneffendy (rusman nur)
Alamat rumah : Dsn. Kubangreja Rt 1 Rw 2 Desa Tambaksari
email : rusmaneffendy70@gmail.com
Tlp/Wa 081903435131,085220058025

27 komentar:

  1. diantos tikapungkur aya nu ngunggah teh,hayang apal sajarah lembur....hatur nuhun

    BalasHapus
    Balasan
    1. sami sami, ieu mah sanes sajarah namung carita sepuh anu dituangkeun kana bentuk tulisan, mudah mudahan aya mangfaatna

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mangga Roni Agfhian, bisi aya masukan di tunggu

      Hapus
  3. Babad tambaksari. Sumbernya dari cerita tetua apa kitab ini?hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. pada kata pengantar sudah dijelaskan, bahwa cerita ini sumbernya dari cerita turun temurun para karuhun penyatuan dari berbagai versi tapi maksud dan tujuannya sama

      Hapus
  4. terimakasih ceritanya..

    cerita tentang "terong peot" saya tunggu ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. "terong peot" yang mana? makam 1 bakom? skarang masih dalam pencarian data, insyaallah dalam waktu dekat akan kami tampilkan

      Hapus
  5. ya... sekitar bakom jalan ke arah jati ...dulu waktu jalan belum diaspal ada di tepi timur jalan ...setelah diaspal ada di tepi barat jalan ..

    kalau bisa info cerita tentang gegayunan ...foto dan asal usul

    terimakasih

    BalasHapus
  6. itu salah satunya alasan pemindahan ke sebelah barat jalan,karena tertabrak pelebaran jalan. berdasarkan kesepakatan kadus tambleg Madromi dan kuncen saat itu sekaligus pemugaran dibangunnya makom baru.

    klw Gagayunan, perlunya tambahan cerita karena data yang di dapat sangat minim sekali. kalau anda punya tambahan cerita silahkan krimkan aja

    BalasHapus
  7. dulu pernah jadi "bolang" bocah petualang naik kepuncak gegayunan bersama beberapa anak tambleg al. mang tarwa (yg lain lupa)karena karena penasaran katanya ada batu yg gegayunan diikat akar pohon. tapi sampai puncak gagal melihat batu itu karena hutannya lebat sekali susah ditembus dan banyak jejak jejak babi hutan. akhirnya perjalanan diteruskan naik ke utara melewati air terjun kecil sampai menemukan jalan ke arah hanum .tapi kita belok kekanan kearah jati trus pulang ke tambleg ... ha ha haa cerita lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. oo,,,sebegitunya ya menarik juga ceritanya, maaf klw bleh tau dengan siapa ini? org desa tbk sari bukan? rasa2nya belum pernah ktemu

      insyaallh kdepan di tampilkan dengan fotonya, intinya batu gagayunan itu adalah sebagai bukti perang tanding jarak jauh orang sakti jaman baheula yg saling lempar dari kejauhan yg tak terhingga. sekilas tidk dapt dimengerti, namun begitu adanya. boleh percaya boleh tdk itu hanya cerita legenda

      Hapus
  8. salam kenal saya iwan basir anaknya ibu wasiti incuna ki wiryadi (posisi rumah sekarang ditempati mang dahlan)tambleg tambaksari. waktu kecil sering main ke tambleg mbolang ha ha haa ...hampir seluruh tambaksari sudah saya jelajahi dari sawah tonjong di selatan sampai ke hutan sukapacet diutara ..dari kontrak di timur sampai sampai citenjolaut di barat . sudah lama nggak tengok lembur, ingin rasanya silaturahmi kesana...sekarang tinggal di kudus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal kembali, klw panca kaki mah masih saudara atuh, klw aki wiryadi adalah anak dari eyang DASPAN, eyang Daspan punya adik namanya Buyut saya namanya yut DASLIM, Jadi kita msh sodaraan walaupun sdh agak jauh pastinya masih satu Bao, tanya aja sama ua Dahlan pasti tau

      bagus klw sdh di jelajahi mah tndanya masih cinta ka lembur, mudh2an blog saya bisa membantu untuk mengenal lebih dalam lagi untuk mengetahui informasi pada jaman silam

      tinggal di kudus? belum lama saya pergi ziarah ke kudus bersma rombongan, tepatnya Sunan kudus. jauh ga dari situ?

      Hapus
  9. di kudus selain sunan kudus di masjid menara ada juga sunan muria lokasinya di gunung muria ...kalau ke sunan muria lewat depan rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. awalnya, dari masjid demak, sunan kalijaga, sunan kudus terus sunan muria diatas gunung muria, berarti kelewatan ya? sebelah mana tuh?

      Hapus
  10. ya kelawatan depan rumah .. tepatnya 300 m utara perempatan lampu merah terakhir menuju ke gunung muria.

    BalasHapus
  11. ok mkasih sekali informasinya, dan terimakasih juga telah mampir di blog saya yg sangat sederhana ini, bgemana tanggapan mengenai isi keseluruhannya, mf sy masih belajar?

    BalasHapus
  12. Blog ini cukup informatif ...terlebih bila disertai foto foto yang menarik dari desa ini baik foto baru maupun foto kuno

    BalasHapus
  13. Punten.. mau tanya di tambaksari ada nama kiara lawang.. nah bukan kiara yg di tanam eyang sukahayu?

    BalasHapus
  14. Sae pisan ,diantos sejarah nu sanesna. , di daerah Babakan cimalo ,Bantar,, Aya Maqom saur pun Abah alm,,. Saurna Maqom eyang dipadirana.....
    teras di makam cileuleunjing Bantar ,, saur pun Abah alm,, Aya Maqom,, Ki DIPA ,Ki BADING ,KI NATAYUDA(Abah Enggot),manawi terang silsilahna ,, para Karuhun diluhur nyuhunken wedaranna ,, haturnuhun pisan,, diantos.

    BalasHapus
  15. Sae pisan ,diantos sejarah nu sanesna. , di daerah Babakan cimalo ,Bantar,, Aya Maqom saur pun Abah alm,,. Saurna Maqom eyang dipadirana.....
    teras di makam cileuleunjing Bantar ,, saur pun Abah alm,, Aya Maqom,, Ki DIPA ,Ki BADING ,KI NATAYUDA(Abah Enggot),manawi terang silsilahna ,, para Karuhun diluhur nyuhunken wedaranna ,, haturnuhun pisan,, diantos.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Diluhur parantos dikisahkeun, perjalanan eyang DIPADIRANA angkatna ti Dayeuhluhur teras ka Tambaksari dugi ka Bantar nyaeta dina raraga penyebaran siar agama islam.
      Perkawis sislsilah mah upami teu salah : Kawitna ti Eyang Suradika puputra Eyang Suradipa/Dipa puputra Dipadirana/Suradirana nu saterasna puputra di Dayeuhluhur seueur2 pisan anak putuna dugi ka ayeuna. Info: https://sejarah-dayeuhluhur.blogspot.com versi Alimin Suprayitno (salah sawios putuna) hatur nuhun

      Hapus
  16. Assalamualaikum.punten ngadangu asal usul persi ti pun bapak mah(BPK.sutrisno alias Buyung)desa Tambaksari teh gabungan antara 2 desa nyaeta desa cikapas(eyang dalem tanjung rasa)sareng desa Sindang kasih(eyang dalem sangiang)punten manawi janten koreksi

    BalasHapus