Ada Kemiripan Cerita Eyang Terong
Peot (Batara Pancer Buana) dengan Petilasan Mbah Terong Peot (Makam Hiji Bakom) Dsn. Tambleg Desa Tambaksari
A. Eyang Terong Peot ( Batara Pancer Buana ) Kerajaan Sumedang Larang
Kerajaan Sumedang Larang adalah
sebagai kerajaan sunda terbesar, setelah kerajaan Pajajaran runtuh akibat
serangan gabungan banten dan Cirebon, maka kerajaan Sumedang Larang semuanya mencakup
wilayah bekas kerajaan Pajajaran.
Pada waktu itu di Kerajaan
Sumedang Larang akan diadakan pengangkatan seorang raja, sementara di Pajajaran sedang ditempa kekacauan karena mendapat serangan yang
mendadak dari Kerajaan Banten. Serangan tersebut bertujuan untuk menghancurkan
kekuasaan agama Hindu dan digantikan oleh Dinul Islam. Pada penyerangan dari
Banten dipimpin oleh Syeh Maulana Yusuf yang dibantu oleh Pangeran Kian Santang
( putra Prabu Siliwangi yang ke tiga dari istri Subanglarang)
Ketika mendapat serangan dari
Banten yang mendadak itu Pajajaran tidak bisa berbuat banyak, kecuali
menerima kekalahan. Kerajaan Pajajaran porak poranda masyarakat banyak yang mengungsi sehingga rajanya pun (Prabu Siliwangi) pergi meninggalkan
kerajaan. Hanya sebelum berangkat beliau memanggil empat patih kepercayaan
Kerajaan (Kandaga Lante) , yang masing-masing ialah :
1. Sanghiyang
Hawu (Embah Jaya Perkasa)
2. Bantara
Dipatiwijaya (Embah Nanganan)
3. Sanghiyang
Kondang Hapa
4. Batara Pancer Buana (Eyang Terong Peot)
Setelah menerima amanat Prabu Siliwangi, maka Kandaga Lante yang empat orang itu telah sepakat bahwa yang pantas menjalankan
amanat tersebut tiada lain adalah Raden Angkawijaya. Ini berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan karena Raden Angkawijaya
adalah asli keturunan Prabu Siliwangi begitu juga bekas wilayah kekuasaan Pajajaran dijadikan wilayah Kekuasaan Sumedang Larang.
B. Petilasan Mbah Terong Peot (Makam Hiji Bakom) Dsn.Tambleg
( Kisah asal usul nama Terong Peot )
Prabu Siliwangi adalah seorang
Raja Kerajaan Pajajaran yang sangat bijaksana dalam memimpin mahkota
kerajaanya. Dari hasil perkawinannya dengan seorang muslimah santri yang
berasal dari Pesantren yang dipimpin oleh Syeh Quro di Karawang, Nyai SUBANGLARANG
namanya mempunyai anak diantaranya
adalah:
1. Pangeran
Walang Sungsang menjadi Raja Pertama Kesultanan Cirebon
2. Nyai
Rara Santang, diperistri oleh Raja Mesir Syarif Abdullah
3. Pangeran
Kian Santang, seorang Waliyullah penyebar agama Islam di tatar Sunda
Sekilas kisah ini hampir sama dengan cerita diatas sama-sama menceritakan bagaimana
perjuangan Pangeran Kian Santang didalam penyebaran agama Islam ditanah priangan
barat dan priangan timur. Hanya saja yang menjadikan sebuah pertanyaanya adalah:
Pertama : Adakah hubungan antara Pangeran Kian Santang dengan Mbah Terong Peot (Makam Hiji Bakom) yang kini hanya tinggal sebuah petilasannya saja?
Kedua : Apakah hubungan antara Eyang Terong Peot (Batara Pancer Buana) dari Kerajaan
Sumedang Larang dengan Mbah Terong Peot ( Makam Hiji Bakom )
Jawaban Pertama : Menurut cerita yang sumbernya dari pengurus Petilasan Mbah
Terong Peot Makam Hiji bakom (Bp Karyo beliau adalah Kuncen Dusun Tambleg Desa
Tambaksari) menceritakan bahwa alkisah dari seorang Waliyullah Pangeran Kian Santang melakukan perjalanan dalam rangka
penyebaran agama islam sekaligus sebagai utusan kerajaan Pajajaran untuk menjalin
hubungan kerjasama dalam berbagai hal, selain itu beliau adalah murid / santri dari Raden Pattah seorang Waliyulah dari kerajaan Demak di tanah Jawa. Beliau ditemani oleh dua orang pengawal setianya yaitu Aki Cakra Gumilang dan Nini Ratna Gumilang yang mempunyai hewan peliharaan seekor Kerbau betina yang sangat besar dan bertanduk dablang.
Kejadian ini terus
berlanjut berulang-ulang, sehingga apabila beliau melakukan perjalanan selalu singgah beberapa
waktu lamanya untuk memulihkan tenaga ditempat ini (Petilasan Makam Hiji Bakom nama sekarang).
Selanjutnya tempat ini bukan hanya sekedar dijadikan persinggahan, malahan Beliau
menjadikannya sebuah tempat untuk pusat penyebaran agama Islam di daerah Bakom dan sekitarnya.
Kenapa
tempat ini sekarang dinamakan Petilasan MBAH TERONG PEOT MAKAM HIJI
BAKOM ? Sebetulnya sebelum ada proyek pelebaran dan pengaspalan jalan pada tahun
1976, petilasan ini terletak disebelah timur jalan. Sebagai tanda/cirinya ada
sebuah pohon yang tinggi dan besar (kiara) dengan nama pohon KI SEGEL yang
berbuah lebat seperti TERONG, sehingga apabila buahnya sudah tua akan menjadi
PEOT dan jatuh ke tanah. Untuk mengabadikan tempat ini supaya tidak hilang,
Kepala Dusun Tambleg Bapak Sumarno dibantu penduduk setempat saat itu membangun
sebuah makom baru yang jumlahnya hanya satu (HIJI bhs. Sunda). Tetapi lokasinya
dipindah kesebelah barat jalan seperti yang tampak pada gambar. Karena
makomnya hanya HIJI (satu) yang terletak di Bakom, maka penduduk setempat memberi
nama : PETILASAN MBAH TERONG PEOT- MAKAM HIJI BAKOM.
Jawaban Kedua : setelah melihat penjelasan diatas dari jawaban
kesatu sudah jelas bahwa nama MBAH
TERONG PEOT MAKAM HIJI BAKOM adalah sebuah petilasan Pangeran Kian Santang yang menggunakan nama dari buah pohon Ki Segel mirip terong yang peot tetapi pohonnya sekarang sudah mati lapuk karena termakan usia, sementara EYANG TERONG PEOT (Batara
Pancer Buana) adalah seorang Patih Kerajaan Pajajaran kepercayaan Prabu Siliwangi yang berada di Kerajaan Sumedang Larang. Maka kesimpulannya adalah tempat ini hanya mempunyai kesamaan
nama dan istilahnya saja namun orangnya sudah jelas sangat berlainan.
Mengenai penjelasan dan penafsiran diatas diharapkan bukan hanya sekedar legenda, karena penelusuran
catatan sejarah ini sudah ada sejak jaman dulu. Kami (penulis) bermaksud
menambahkan sebuah kisah perjalanan seorang Waliyullah Pangeran Kian Santang
dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Bakom Dsn. Tambleg Desa Tambaksari Kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap.
Sebelum
mengakhiri dalam rangka menggali cerita muatan lokal ini, kami mengucapkan
terimaksih yang tak terhingga kepada bapak Karyo selaku Kuncen Petilasan mbah Terong Peot yang telah memberikan sekilas
cerita turun temurun ini, mudah mudahan bisa menambah wawasan pengetahuan
dengan harapan supaya cerita ini tetap ada dan tidak hilang ditelan masa.