Selasa, 07 Juni 2016

Legenda Gunung Gagayunan Batu mengayun pada sebuah akar



Gunung Gagayunan

Tambaksari masuk wilayah kerja kecamatan Wanareja Kabupaten Cilacap adalah sebuah desa yang terletak didaerah perbukitan yang mempunyai pemandangan nan asri. Dikelilingi pegunungan yang ditumbuhi pepohonan yang sangat subur, salah satunya  adalah Gunung Gagayunan. Nama Gagayunan diambil dari kata Ayun atau mengayun, kebetulan sekali diatas gunung tersebut ada sebuah batu seperti mengayun pada sebuah akar yang melingkar pada batu itu. Usianya diperkirakan sudah ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.


Hadi, Kuncen Dusun Kubangreja
Darimanakah asal Batu Gagayunan itu? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab timbul dari benak pikiran kami (penulis). Untuk menemukan jawabannya, kami telah menelusuri kepada seorang tokoh masyarakat yang dianggap paham dan mengetahui sekilas asal usul Batu Gagayunan. Namanya adalah Pak HADI, beliau adalah seorang tokoh Tetua dusun Kubangreja Desa Tambaksari Kecamatan Wanareja. Sejak kecil beliau telah menimba ilmu  agama Islam begitu juga ilmu tentang kemasyarakatan yang hubungannya dengan alam sekitar beserta isinya kepada Bapak NURMAWI. Semasa masih hidup Pak NURMAWI adalah seorang tokoh Tetua masyarakat dusun Tambleg Desa Tambaksari yang cukup disegani dan dihormati pada jamannya. Disisi lain beliau juga sangat rajin sekali bertanya serta mempelajari kepada para sesepuhnya untuk mengetahui ilmu pengetahuan yang belum ia dapatkan.

Batu Gagayunan
Sepintas cerita ini sangatlah sulit dipahami oleh akal sehat, apalagi pada jaman serba moderen seperti sekarang ini yang tak bisa dipungkiri tempat pembelajaran mengenai agama Islam berdiri dimana-mana. Alangkah baiknya pengetahuan mengenai alam sekitarpun janganlah dijadikan sebuah alasan untuk mengesampingkan  pengetahuan kita. Hal hal yang berbau mistispun dianggapnya sebagai tindakan yang menduakan kepada Allah Swt. Berbicara masalah Mistis erat kaitannya dengan kepercayaan dan keyakinan seseorang. Apabila tidak seimbang pengetahuan anatara keduanya maka meyebutnya Tahayul, tetapi kami disini ingin menceritakan Cerita Legenda yang berbau Mistis tanpa mengesampingkan keyakinan kita kepada Allah Swt. Contoh kecil perbandingan jaman dulu dengan jaman sekarang : dahulu, ada orang sakti bepergian cukup dengan memejamkan mata saja sudah sampai ketempat yang dituju tanpa menggunakan alat/kendaraan apapun. Sementara jaman sekarang, dengan menggunakan kendaraan motor, mobil bahkan pesawat terbang sekalipun bisa sampai juga ketempat yang diinginkan. Besok (isukan bhs. Sunda) entah seperti apa lagi…?

Beginilah ceritanya : Alkisah ada dua orang Pendekar sakti telah terjadi perang tanding jarak jauh  untuk sama sama mempertahankan dan memperluas wilayah kekuasaanya ingin menjadi seorang penguasa nomor satu pada saat itu. Yang satu mengusai wilayah timur berkedudukan di perbukitan PASIR CENGKAT ( masuk Desa Limbangan Kecamatan Wanareja ) sementara yang satunya lagi bermarkas disekitar GUNUNG GAGAYUNAN ( nama sekarang ) yang terletak di Dusun Tambleg Desa Tambaksari Kecamatan Wanareja. Jarak tempuh antara kedua tempat kurang lebih 10 km.

Perang jaman sekarang, menggunakan peluru yang dikendalikan oleh mesin yang dihubungkan dengan komputer, mampu menghancurkan sebuah tempat cukup menentukan titik koordinat tempat yang dimaksud dari kejauhan yang tak terhingga. Sekilas apabila ilmu pengetahuannya belum sampai, kita tidak akan mampu untuk melakukannya. Tetapi kejadian itu sering kita dengar dan dilihat melalui layar televisi, walaupun kita hanya mendengar ceritanya namun kepercayaan itu pasti ada apalagi kalau bisa melakukannya sendiri.

Mang Kartam:melihat batu Bangkong
(dipercaya batu yang tertinggal)
Berbeda dengan jaman dulu sebut saja namanya Eyang Gagayunan dan Eyang Pasir Cengkat, mereka melakukan perang tanding dengan mengunakan ribuan butir batu yang dikirim dari Pasir cengkat ( Eyang Pasir Cengkat ) melalui angkasa berterbangan menuju sebuah tempat persembunyian Eyang Gagayunan. Eyang Gagayunan pun tidak tinggal diam, beliau membalas dengan cara mengembalikan batu batu tersebut melalui angkasa ketempat persembunyian Eyang Pasir Cengkat. Kejadian itu terus berlanjut sampai akhirnya mereka memutuskan tidak ada yang kalah dan yang menang. Namun ada satu buah batu tertinggal di Gunung Gagayunan dinamakan Batu Bangkong yang menjadikan sebuah identitas tempat ini. Bentuknya menyerupai hewan Bangkong (katak darat) yang akan loncat hendak menerkam mangsanya, seperti tampak pada gambar disamping. Posisinya sekarang tidak jauh dengan batu Gagayunan jaraknya sekitar lima meter kearah bawah.

Sekarang kita hanya bisa melihat Tapak Tilas Eyang Gagayunan, dengan adanya sebuah batu seperti terikat pada sebuah akar yang mengayun, tertanam di tanah pada kemiringan yang sangat curam. Sementara dibawahnya bisa digunakan berteduh untuk satu orang. Konon ceritanya Eyang Gagayunan pernah menempatinya dalam jangka waktu yang lama. Sesuai dengan keadaan diatas gunung, sehingga penduduk sekitar menyebutnya dengan nama GUNUNG GAGAYUNAN. Diperkirakan benda benda tersebut adalah sebuah sisa sisa peninggalan sebagai bukti peradaban pada jaman Batu yang menjadikan sebuah cerita rakyat yang tidak akan hilang dari masa ke masa.

Sementara di Pasir Cengkat (sebuah gambaran) : jika dilihat dari kejauhan pasir/bukitnya tampak seperti miring karena sedikit terangkat (cengkat bhs. sunda), keberadaannya hampir seluruh bukit/pasir banyak sekali terdapat bitiran butiran batu yang konon dipercaya sebagai bukti terjadinya perang tanding pada jaman itu.

Mohon maaf kepada seluruh pembaca, apabila cerita ini agak sedikit melenceng dari aqidah, boleh percaya boleh tidak itu hanya cerita rakyat yang melegenda. Kalau melihat dua perbandingan diatas, apa yang tidak mungkin apabila kita hidup pada dua jaman yang perbedaanya sangat jauh. Namun seandainya kita beranggapan kejadian itu hanya sekedar cerita fiktif belaka, jawabannya adalah tadak akan ada cerita apabila tidak ada sebuah peristiwa pada masa silam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar