( Keramatnya terletak
100 m arah timur dari keramat Eyang Dalem Tanjungrasa)
Dsn. Kubangreja Desa Tambaksari
Dsn. Kubangreja Desa Tambaksari
A.
Lingga saat masih anak anak
Keramat Eyang Lingga dan Mbah Guna
Lingga adalah
nama yang diberikan Eyang Guna kepada anaknya yang masih kecil. Dengan harapan tumbuh menjadi anak yang bisa berbakti kepada kedua orang tuanya. Lingga
adalah orang asli desa tambaksari, hidup
pada masa Eyang Dalem Tanjungrasa (1700 an M). Harapan itu terbukti dengan cara eyang Guna mendidik
Lingga saat masih kecil sudah dikenalkan dengan ilmu olah kanuragaan ( ilmu
kesaktian / beladiri ) setelah dewasa tumbuh menjadi
orang yang sakti mandraguna. Bukan untuk kesombongan melainkan untuk menjaga
diri dari hal-hal tidak diinginkan. Alangkah terpujinya apabila bisa
menolong orang yang membutuhkan.
a.
Di latih tirakat ( puasa siang malam tiada
henti)
Selain
pekerjaan kesehariannya mengolah air nira / aren menjadi gula (nyadap), dalam hal
kesenianpun Eyang Guna sangat terampil sekali memainkan Pantun ( sejenis alat
kesenian tradisional sunda). Tidak jarang Eyang Guna diundang untuk mengisi
acara hajatan, ngaruwat rumah (selamatan menempati rumah yang baru). Suatu ketika Eyang Guna diundang ke Cipeuteuy dusun Cibahu Desa Palugon,
tidak ketinggalan Lingga kecil yang baru berusia 10 tahun diajak menemani
bersamannya. Pada saat Eyang Guna memainkan Pantun, sudah menjadi kebiasaan diadakan adu ketangkasan beladiri (pencaksilat). Lingga pun ikut
dalam acara itu, Lingga menyerah kalah
karena badannya babak belur dipukuli pakai rotan oleh lawannya. Selesai acara, Lingga pun pulang, dalam perjalanan Lingga berpikir, bagaimana caranya untuk
bisa mengalahkan lawan-lawannya. Setelah kejadian itu Eyang Guna melatih Lingga mengenai olah kanuragaan, bahkan dalam melatih kesabaran hati, Lingga disuruh
untuk menjalankan tirakat diatas sebuah pohon yang berakar lebat di hulu Sungai Cibaganjing Gununggeulis. Selama tiga tahun Lingga menjalani pelajaran yang diberikan Eyang Guna. Tetapi kejadian yang tidak disangka-sangkapun menimpa Lingga, saat itu
terjadi hujan yang sangat lebat sekali mengakibatkan sungai Cibaganjing banjir
bandang. Lingga terbawa arus sampai terdampar di muara sungai Cikapas nyangkut pada sebuah batu
besar ( batu pangcalikan sekarang masih ada). Ketika tersadar dari pingsannya,
Lingga ditolong oleh seorang pedagang yang biasa membeli gula kepada ayahnya.
Lingga berpesan kepada pedagang itu untuk disampaikan kepada Eyang Guna, agar
Lingga dijemput ( diteang bhs. Sunda). Lingga pun dibawa pulang digendong oleh Eyang Guna. Dalam
masa penyembuhannya, Lingga hanya diberi makan pakai bubur selama 40
hari supaya memudahkan untuk proses pencernaan. Lingga pun kembali sehat segar
bugar seperti sedia kala.
B.
Lingga saat masih remaja
Timbang
merupakan sebuah dusun masuk Desa Jambu yang berada di daerah dataran tinggi
bukit pembarisan, jaraknya kurang lebih 10 km dari Desa tambaksari kearah
utara. Sejak dulu, Timbang terkenal dengan mojangnya yang cantik jelita. Lingga
yang beranjak remaja merasa terpikat oleh kecantikan Nyai RONGGENG / penari putri pada
sebuah hajatan. Sudah menjadi kebiasaan, secara bergantian untuk
menari bersama ronggengnya diatur berurutan. Terlalu banyaknya peserta tari
pria, Lingga tidak lagi merasa sabar untuk menanti giliran menari. Keributanpun
terjadi diantara para penari pria berebutan ingin saling mendahului. Lingga masuk
menerobos menyelamatkan Nyai Ronggeng yang sudah menjadi rebutan, dengan kekusaan
Allah, Nyai ronggeng dimasukan saku bajunya dan dibawa pulang kerumahnya di
Tambleg.
Keesokan
harinya, keluarga Nyai Ronggeng dan para penari pria pun tahu kalau Lingga yang
membawanya. Sesampainya di rumah Lingga, serentak sambil berteriak memanggil
nama Lingga dari luar rumah dengan nada marah meminta supaya Nyai ronggeng
diserahkan. Lingga menyuruh masuk tamunya karena seketika turun hujan yang
sangat lebat sekali. Dipersilahkan duduk dan disuguhkan hidangan
alakadarnya. Secara kebetulan Lingga sedang mengolah gula yang digodog diatas
tungku. Dalam keadaan panas, Lingga mengambil PEU'EUT (gula yang masih setengah matang) memakai tangan telanjang / tanpa memakai alat. Sontak
tamunya kaget seraya tercengang bercampur takut melihat yang dilakukan Lingga.
Tidak lama hujanpun reda, tamunya berpamitan pulang, namun apa yang terjadi :
tatkala bangun dari duduk, TALUPUH (tempat duduk terbuat dari bambu) ikut
nempel pada bokong tamunya. Seraya kebingungan bercampur takut, mereka minta
maaf dan ampun tidak akan sekali kali lagi menggangu Lingga. Lingga pun
memaafkannya, seketika juga talupuh itu terlepas dan merekapun kembali ke rumahnya tanpa
membawa Nyai Ronggeng.
Untuk membuktikan rasa tanggungjawabnya, Nyai Ronggeng selanjutnya diperistri oleh Lingga. Faktanya di dusun Kubangreja, dusun Tambleg, dusun Pakembaran dan sekitarnya banyak sekali keturunan Eyang Lingga, telah
melahirkan ratusan bahkan ribuan anak cucunya sampai sekarang.
C. Lingga
Saat Dewasa
Setelah
menjalani proses pembelajaran yang diberikan oleh Eyang Guna dari saat masih
kecil hingga usia dewasa. Lingga tumbuh menjadi seseorang yang mumpuni dalam
segala hal, terutama sekali dibidang olah kanuragaan ilmu kesaktian. Diceritakan
membelah batu berukuran besar pun cukup hanya dengan menepuk-nepuk pakai tangan
kosong saja. Diceritakan pula Eyang Lingga bisa terbang dari pohon ke pohon tanpa menyentuh tanah. Sehingga Eyang dalem Tanjungrasa mempercayainya untuk menjadi Jagabaya/Kulisi
pada susunan pemerintahannya.
Batu Junjung Peninggalan Eyang Lingga
Setelah dewasa
, dimuka sudah diceritakan Lingga menikahi Nyai ronggeng dari
dusun Timbang dan menurunkan anak cucunya. Dari hasil penelusuran dari para sesepuh, penulis (rumaneffendy)
masih keturunan ke 8 dari Eyang Lingga. Karena Buyut SAINJEM (dari trah
suradipa) menikah dengan AKI BANCI ( turunan ke 4 / bao dari Eyang Lingga).
Pusara Eyang Lingga terletak di keramat Eyang Lingga, disitulah dulunya telah berdiri sebuah PADEPOKAN tempat mempelajari ilmu beladiri dan ilmu olah kanuragaan yang dipimpin lansung oleh Eyang Lingga semasa hidupnya. Beliau telah memberikan beberapa benda peninggalan kepada anak cucunya sekarang masih tersimpan dengan rapih, kalau sekedar mampir ataupun Ziarah ke pusara Eyang Lingga, anda akan melihat sebuah benda peninggalan berupa BATU JUNJUNG yang dahulunya dipergunakan untuk melatih kekuatan olah tubuh para muridnya.
Pusara Eyang Lingga terletak di keramat Eyang Lingga, disitulah dulunya telah berdiri sebuah PADEPOKAN tempat mempelajari ilmu beladiri dan ilmu olah kanuragaan yang dipimpin lansung oleh Eyang Lingga semasa hidupnya. Beliau telah memberikan beberapa benda peninggalan kepada anak cucunya sekarang masih tersimpan dengan rapih, kalau sekedar mampir ataupun Ziarah ke pusara Eyang Lingga, anda akan melihat sebuah benda peninggalan berupa BATU JUNJUNG yang dahulunya dipergunakan untuk melatih kekuatan olah tubuh para muridnya.
Sekarang tidak sedikit para peziarah yang ingin mengetahui peruntungannya dengan mengangkat Batu Junjung sampai diatas kepala niscaya keinginannannya akan terkabul. Sebaliknya apabila tidak terangkat maka cita-cita itu tidak akan tercapai. Itu hanya cerita, wallahu alam hanya Allah swt yang maha menentukan.
EYANG GUNA>EYANG LINGGA>AKI PAUL>AKI GEROT>AKI SALIPAR>( AKI BANCI + SAINJEM )-> BANCI>( TARYA+RASMI )>( WARSIH+SANHURI )>( rusmaneffendy + SITI NURIAH )> DEWANTI FITRIYANI
Selengkapnya bisa dilihat di Silsilah Eyang Lingga.... https://rusmaneffendy70.blogspot.co.id/2015/09/silsilah-eyang-lingga-2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar