Jumat, 04 September 2015

LEGENDA EYANG LINGGA

( Keramatnya terletak 100 m arah timur dari keramat Eyang Dalem Tanjungrasa)
Dsn. Kubangreja Desa Tambaksari

A.      Lingga saat masih anak anak

Keramat Eyang Lingga dan Mbah Guna 
Lingga adalah nama yang diberikan Eyang Guna kepada anaknya yang masih kecil. Dengan harapan tumbuh menjadi anak yang bisa berbakti kepada kedua orang tuanya. Lingga adalah orang asli desa tambaksari, hidup pada masa Eyang Dalem Tanjungrasa (1700 an M). Harapan itu  terbukti dengan cara eyang Guna mendidik Lingga saat masih kecil sudah dikenalkan dengan ilmu olah kanuragaan ( ilmu kesaktian / beladiri )  setelah dewasa tumbuh menjadi orang yang sakti mandraguna. Bukan untuk kesombongan melainkan untuk menjaga diri dari hal-hal tidak diinginkan. Alangkah terpujinya apabila bisa menolong orang yang membutuhkan.

a.       Di latih tirakat ( puasa siang malam tiada henti)
Selain pekerjaan kesehariannya mengolah air nira / aren  menjadi gula (nyadap), dalam hal kesenianpun Eyang Guna sangat terampil sekali memainkan Pantun ( sejenis alat kesenian tradisional sunda). Tidak jarang Eyang Guna diundang untuk mengisi acara hajatan, ngaruwat rumah (selamatan menempati rumah yang baru). Suatu ketika Eyang Guna diundang ke Cipeuteuy dusun Cibahu Desa Palugon, tidak ketinggalan Lingga kecil yang baru berusia 10 tahun diajak menemani bersamannya. Pada saat Eyang Guna memainkan Pantun, sudah menjadi kebiasaan diadakan adu ketangkasan beladiri (pencaksilat). Lingga pun ikut dalam  acara itu, Lingga menyerah kalah karena badannya babak belur dipukuli pakai rotan oleh lawannya. Selesai acara, Lingga pun pulang, dalam perjalanan Lingga berpikir, bagaimana caranya untuk bisa mengalahkan lawan-lawannya. Setelah kejadian itu Eyang Guna melatih Lingga mengenai olah kanuragaan, bahkan dalam melatih kesabaran hati, Lingga disuruh untuk menjalankan tirakat diatas sebuah pohon yang berakar lebat di hulu Sungai Cibaganjing Gununggeulis. Selama tiga tahun Lingga menjalani pelajaran yang diberikan Eyang Guna. Tetapi kejadian yang tidak disangka-sangkapun menimpa Lingga, saat itu terjadi hujan yang sangat lebat sekali mengakibatkan sungai Cibaganjing banjir bandang. Lingga terbawa arus sampai terdampar di muara sungai Cikapas nyangkut pada sebuah batu besar ( batu pangcalikan sekarang masih ada). Ketika tersadar dari pingsannya, Lingga ditolong oleh seorang pedagang yang biasa membeli gula kepada ayahnya. Lingga berpesan kepada pedagang itu untuk disampaikan kepada Eyang Guna, agar Lingga dijemput ( diteang bhs. Sunda). Lingga pun dibawa pulang digendong oleh Eyang Guna. Dalam  masa penyembuhannya, Lingga hanya diberi makan pakai bubur selama 40 hari supaya memudahkan untuk proses pencernaan. Lingga pun kembali sehat segar bugar seperti sedia kala.
B.      Lingga saat masih remaja
Timbang merupakan sebuah dusun masuk Desa Jambu yang berada di daerah dataran tinggi bukit pembarisan, jaraknya kurang lebih 10 km dari Desa tambaksari kearah utara. Sejak dulu, Timbang terkenal dengan mojangnya yang cantik jelita. Lingga yang beranjak remaja merasa terpikat oleh kecantikan Nyai RONGGENG / penari putri pada sebuah hajatan. Sudah menjadi kebiasaan, secara bergantian untuk menari bersama ronggengnya diatur berurutan. Terlalu banyaknya peserta tari pria, Lingga tidak lagi merasa sabar untuk menanti giliran menari. Keributanpun terjadi diantara para penari pria berebutan ingin saling mendahului. Lingga masuk menerobos menyelamatkan Nyai Ronggeng yang sudah menjadi rebutan, dengan kekusaan Allah, Nyai ronggeng dimasukan saku bajunya dan dibawa pulang kerumahnya di Tambleg.

Keesokan harinya, keluarga Nyai Ronggeng dan para penari pria pun tahu kalau Lingga yang membawanya. Sesampainya di rumah Lingga, serentak sambil berteriak memanggil nama Lingga dari luar rumah dengan nada marah meminta supaya Nyai ronggeng diserahkan. Lingga menyuruh masuk tamunya karena seketika turun hujan yang sangat lebat sekali. Dipersilahkan duduk dan disuguhkan hidangan alakadarnya. Secara kebetulan Lingga sedang mengolah gula yang digodog diatas tungku. Dalam keadaan panas, Lingga mengambil PEU'EUT (gula yang masih setengah matang) memakai tangan telanjang / tanpa memakai alat. Sontak tamunya kaget seraya tercengang bercampur takut melihat yang dilakukan Lingga. Tidak lama hujanpun reda, tamunya berpamitan pulang, namun apa yang terjadi : tatkala bangun dari duduk, TALUPUH (tempat duduk terbuat dari bambu) ikut nempel pada bokong tamunya. Seraya kebingungan bercampur takut, mereka minta maaf dan ampun tidak akan sekali kali lagi menggangu Lingga. Lingga pun memaafkannya, seketika juga talupuh itu terlepas dan merekapun kembali ke rumahnya tanpa membawa Nyai Ronggeng.
Untuk membuktikan rasa tanggungjawabnya, Nyai Ronggeng selanjutnya diperistri oleh Lingga. Faktanya di dusun Kubangreja, dusun Tambleg, dusun Pakembaran dan sekitarnya banyak sekali keturunan Eyang Lingga, telah melahirkan ratusan bahkan ribuan anak cucunya sampai sekarang.
C.      Lingga Saat Dewasa
Setelah menjalani proses pembelajaran yang diberikan oleh Eyang Guna dari saat masih kecil hingga usia dewasa. Lingga tumbuh menjadi seseorang yang mumpuni dalam segala hal, terutama sekali dibidang olah kanuragaan ilmu kesaktian. Diceritakan membelah batu berukuran besar pun cukup hanya dengan menepuk-nepuk pakai tangan kosong saja. Diceritakan pula Eyang Lingga bisa terbang dari pohon ke pohon tanpa menyentuh tanah. Sehingga Eyang dalem Tanjungrasa mempercayainya untuk menjadi Jagabaya/Kulisi pada susunan pemerintahannya.
            Batu Junjung Peninggalan Eyang Lingga
Batu JugjungSetelah dewasa , dimuka sudah diceritakan Lingga menikahi Nyai ronggeng dari dusun Timbang dan menurunkan anak cucunya. Dari hasil penelusuran dari para sesepuh, penulis (rumaneffendy) masih keturunan ke 8 dari Eyang Lingga. Karena Buyut SAINJEM (dari trah suradipa) menikah dengan AKI BANCI ( turunan ke 4 / bao dari Eyang Lingga). 



Pusara Eyang Lingga terletak di keramat Eyang Lingga, disitulah dulunya telah berdiri sebuah PADEPOKAN tempat mempelajari ilmu beladiri dan ilmu olah kanuragaan yang dipimpin lansung oleh Eyang Lingga semasa hidupnya. Beliau telah memberikan beberapa benda peninggalan kepada anak cucunya sekarang masih tersimpan dengan rapih, kalau sekedar mampir ataupun Ziarah ke pusara Eyang Lingga, anda akan melihat sebuah benda peninggalan berupa BATU JUNJUNG yang dahulunya dipergunakan untuk melatih kekuatan olah tubuh para muridnya. 
Sekarang tidak sedikit para peziarah yang ingin mengetahui peruntungannya dengan mengangkat Batu Junjung sampai diatas kepala niscaya keinginannannya akan terkabul. Sebaliknya apabila tidak terangkat maka cita-cita itu tidak akan tercapai. Itu hanya cerita, wallahu alam hanya Allah swt yang maha menentukan.

EYANG GUNA>EYANG LINGGA>AKI PAUL>AKI GEROT>AKI SALIPAR>( AKI BANCI + SAINJEM )-> BANCI>( TARYA+RASMI )>( WARSIH+SANHURI )>( rusmaneffendy + SITI NURIAH )> DEWANTI FITRIYANI


Selengkapnya bisa dilihat di Silsilah Eyang Lingga.... https://rusmaneffendy70.blogspot.co.id/2015/09/silsilah-eyang-lingga-2.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar